Kegiatan jual beli tanah memang menawarkan keuntungan yang menjanjikan. Hal ini dikarenakan menurut sebagian masyarakat harga tanah akan selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Tanah yang merupakan benda tidak bergerak juga bisa menjadi investasi sekaligus aset berharga bagi masyarakat di masa depan. Namun tahukah sahabat, di balik itu semua kegiatan jual beli tanah juga terbilang rawan memicu timbulnya konflik?
Terlebih lagi ketika sahabat kurang memahami regulasinya. Seperti dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 382/Pdt.G/2014/PN.BKS.
Kronologis Masalah
Ada seorang pembeli tanah yang belum melunasi pembayarannya. Padahal, sebelumnya telah dibuat perjanjian kesepakatan bersama dan akta kuasa menjual antara si penjual dan pembeli.
Atas perbuatan pembeli yang belum melunasi pembayarannya, maka penjual mencabut dan membatalkan akta kuasa menjual tersebut. Akan tetapi pembeli masih ingin menguasai tanah tersebut dengan memecah SHM penjual melalui BPN bersama notaris.
Di sisi lain, pihak bank tetap memberikan fasilitas KPR atas 20 tanah yang dipecah melalui SHM oleh pembeli. Merasa dirugikan, penjual tanah lalu menggugat pembeli ke pengadilan.
Bagaimana putusannya?
Penyelesaian
Hakim menimbang bahwa perbuatan pembeli bersama notarisnya yang melakukan pemecahan SHM melalui BPN yang akta kuasanya telah dicabut dan dibatalkan oleh penjual termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum.
Maka, pembeli, notaris dan BPN dalam hal ini telah melakukan perbuaan melawan hukum. Sementara itu, pihak bank yang memberikan KPR yang terdiri dari Bank I, Bank II, dan Bank III telah melanggar aturan perbankan mengenai akad kredit, khususnya pada prinsip kehati-hatian dalam usaha kegiatan perbankan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 29 (2) UURI No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan Jo Pasal 35 ayat (1) UURI No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah jo Pasal 25 ayat (1) UURI No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UURI No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia jo Pasal 7 huruf c UURI No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa keuangan.
Atas perbuatan pembeli, Notaris, BPN, Bank I, Bank II dan Bank III, hakim menghukum untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng sebesar 1,7 Milyar.
Kesimpulan
Memecah shm diperbolehkan apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pihak bank disarankan agar lebih berhati-hati dalam memberikan KPR.
Sumber:
Putusan Nomor : 382/Pdt.G/2014/PN.BKS